FACEBOOK, Tasawuf Djawa
Syahdan semenjak awal Orde Baru pada pertengahan 1960-an  sampai sekarang, setiap tahun kita atau setidaknya saya, mengalami cuci  otak oleh berita-berita utama media massa Indonesia tentang kisah  sukses dalam berhutang. Saya sendiri bahkan sempat menjadi wartawan yang  harus meliputnya. Menjadi saksi dari sebuah ironi, sementara  delegasi-delegasi negara-negara pemberi hutang tinggal di hotel-hotel  sederhana, yang dekat dengan tempat persidangan, sehingga bisa berjalan  kaki, atau naik taksi atau mengendarai mobil sederhana, delegasi  Indonesia yang berhutang, tinggal di hotel berbintang lima yang  bergengsi dengan menyewa limousine nan mewah. 
Pada  Sidang Konsultasi Negara-negara Donor untuk Indonesia di Paris tahun  1996 misalnya, saya sempat terperangah melihat salah seorang anggota  delegasi Australia, yaitu Dr. Peter Mc. Cawley hadir hanya dengan  menggunakan sepatu sandal dan baju batik dari bahan katun yang sangat  sederhana. Masya Allah. Dan sampai sekarang, entah ini ironi juga atau  bukan, saya belum pernah mendengar, baik ulama, tokoh-tokoh umat Islam  lebih-lebih lagi partai Islam di Dewan Perwakilan Rakyat, membahas  ketergantungan Indonesia pada hutang luar negeri berdasarkan nilai-nilai  keislaman. Mudah-mudahan pendapat saya ini salah.
Untuk apa saya  ceritakan semua itu? Inilah kaitannya. Gusti Allah yang memiliki segala  apa yang di langit dan di bumi, bahkan di seluruh jagad raya ini telah  berulang kali menjanjikan di dalam Al Qur’an, akan menganugerahkan  kebahagiaan dan kemuliaan di dunia maupun di akhirat, untuk mewariskan  bumi ini kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat kepada Allah dan  Rasul-Nya.
Cobalah kaji beberapa contoh berikut ini : “Dan  taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya agar kamu diberi rahmat” (Ali Imran :  132) Kemudian Al-Anbiya : 105, “Dan sungguh Kami telah menetapkan di  dalam Zabur sesudah peringatan (Taurat) bahwa sesungguhnya bumi akan  diwarisi hamba-hambaKu yang saleh”. Selanjutnya lebih tegas lagi adalah  An Nuur : 52, 54 dan 55. Ayat 52 dan 54 memerintahkan sekaligus  menjanjikan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan  diberikan kemenangan, yang diuraikan lagi dalam ayat 55 sebagai berikut:  “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal  saleh di antara kamu, sungguh Dia akan menjadikan mereka pimpinan di  muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan pemimpin orang-orang sebelum  mereka, dan sungguh Dia meneguhkan bagi mereka agama yang telah  diridhoi-Nya untuk mereka, dan sungguh Dia akan menggantikan ketakutan  mereka dengan keamanan. Mereka menyembahKu, tidak menyekutukanKu dengan  sesuatu. Dan barang siapa yang ingkar sesudah demikian itu, maka mereka  itulah orang yang fasik”.
Masih banyak lagi ayat-ayat yang memuat  janji-janji Allah untuk memudahkan jalan keluar dari berbagai  kesulitan, memberi rejeki yang tiada disangka-sangka datangnya,  melimpahkan barokah-Nya dari langit dan dari bumi, membuat  hamba-hamba-Nya tidak akan merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati,  memberikan pembeda yang benar dan yang salah, menghapuskan dosa-dosa  dan kesalahan serta menganugerahkan pahala yang baik di akherat kelak.  Dan “Tidak ada perubahan dari janji-janji Allah” (Yunus: 64).
Demikian  tegas janji-janji Allah, bahkan diulang-ulang. Tetapi mengapa umat  Islam terpuruk kehidupannya di dunia? Mengapa banyak diantara kita yang  hidup menderita, miskin dan papa? Bodoh dan terbelakang? Didera berbagai  wabah penyakit dan bencana. Maasyaa Allaah.