Total Tayangan Halaman

Selasa, 31 Mei 2016

Jadwal Imsak 1437 H (2016 M) Untuk DKI Jakarta dan Sekitarnya.


Pengertian imsak sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu amsaka yumsiku imsak yang berarti menahan. Jadi, dari pengertian menahan, berarti waktu imsak adalah waktu dimulainya untuk menahan segala hal yang membatalkan puasa. Tetapi, di saat imsak masih diperbolehkan untuk makan dan minum, selama belum memasuki waktu subuh. Puasa dimulai waktu subuh berdasarkan Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 187 :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka dalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 187)

Sabtu, 29 September 2012

Penyakit Sosial Bernama Haji Ulang

KOMPAS
ALI MUSTAFA YAQUB
Imam Besar Masjid Istiqlal

Seorang kawan bercerita kepada kami bahwa masyarakat di daerahnya punya anggapan unik. Apabila ada seorang lelaki yang sudah berhaji dua kali, ia akan mudah mendapatkan istri yang kedua.
Anggapan ini berasal dari persepsi masyarakat setempat bahwa orang yang sudah berhaji ulang itu adalah orang yang baik ibadahnya dan baik pula kantongnya. Maka, dari persepsi itu, status sosial seorang yang sudah berhaji ulang jadi semakin tinggi. Oleh karena itu, di lingkungan mayarakat ia jadi rebutan para wanita yang siap jadi istri kedua.
Apabila persepsi seperti itu benar menurut ajaran agama, Nabi Muhammad SAW bukanlah orang yang baik. Karena selama hidupnya, beliau hanya berhaji satu kali. Padahal, beliau punya kesempatan tiga kali untuk berhaji. Beliau juga punya kesempatan berumrah sunah ratusan, bahkan ribuan kali, tetapi beliau hanya berumrah sunah dua kali. Bandingkan dengan kita, masyarakat Muslim di Indonesia, yang rata-rata ingin berhaji setiap tahun dan berumrah setiap bulan.
Mengapa Nabi Muhammad SAW berhaji hanya sekali dan berumrah sunah hanya dua kali? Apabila beliau tak punya uang bukankah beliau tinggal berkata saja kepada sejumlah sahabat yang kaya raya, seperti Abdurahman bin Auf dan Abu Ayyah al-Anshari. Tentu kedua sahabat akan segera menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan Nabi. Namun, Nabi tak pernah meminta-minta untuk kepentingan pribadi beliau seperti itu.
Setelah Nabi menetap di Madinah, sekurang-kurangnya terjadi tiga hal penting. Pertama, Nabi menghadapi orang-orang yang memusuhi dan memerangi beliau, maka Nabi menginfakkan hartanya untuk kepentingan jihad fisabilillah melawan orang-orang itu. Kedua, akibat perang atau jihad fisabilillah gugurlah para syuhada yang kemudian menimbulkan janda-janda dan anak-anak yatim. Maka, harta Nabi diinfakkan untuk menyantuni para janda, orang-orang miskin, dan anak-anak yatim.
Ketiga, banyaknya pelajar yang menuntut ilmu dari Nabi Muhammad SAW sementara mereka tidak punya apa-apa di Madinah, baik harta maupun keluarga. Mereka tinggal di satu ruangan di Masjid Nabawi yang disebut al-Shuffah. Sementara untuk keperluan makan, Nabi menganjurkan kepada para sahabat untuk menjamin pemberian makan kepada mereka. Nabi sendiri setiap hari memberikan makan kepada 70 pelajar Shuffah.

Keutamaan ibadah sosial
Seandainya berhaji ulang itu lebih utama daripada menyantuni janda-janda, orang miskin, anak-anak yatim, dan para pelajar yang tidak mampu, maka Nabi tentu sudah melakukan haji ulang dan atau umrah berkali-kali. Namun, Nabi tak melakukannya. Nabi justru menegaskan bahwa penyantun anak yatim akan tinggal di surga bersama Nabi dan tidak terpisahkan, ibarat jari tengah dan telunjuk.
Nabi juga menegaskan, orang yang menyantuni para janda dan orang-orang miskin tak ubahnya seperti orang berjihad fisabilillah. Sementara ibadah haji, apabila memenuhi syarat-syarat sehingga dapat disebut mabrur, Nabi hanya menjanjikan surga saja kepada pelakunya, tanpa menyebutkan bersama beliau.
Dari sini dapat dipahami bahwa menyantuni anak-anak yatim, janda-janda, orang-orang miskin, dan para pelajar yang tak mampu jauh lebih unggul nilai pahalanya daripada berhaji ulang. Dengan kata lain, ibadah sosial jauh lebih utama daripada ibadah individual. Begitulah kaidah hukum Islam menyebutkan. Bagaimanapun, Nabi tak pernah mencontohkan untuk berhaji ulang atau berulang-ulang berumrah.
Ketika keadaan masyarakat kita sedang sangat terpuruk, potret kemiskinan dimana-man. Para pakar ekonomi mengatakan, sampai akhir 2011, di Indonesia masih terdapat 117 juta orang miskin. Tempat ibadah banyak yang terbengkalai. Apabila keadaan negeri kita masih seperti ini, pantaskah lalu kita berkali-kali berhaji dan berumrah? Ayat Al Quran mana yang menyuruh kita melakukan itu? Hadis manakah yang menganjurkan kita untuk berbuat seperti itu?
Inilah penyakit sosial yang menimpa masyarakat kita dan perlu segera diobati. Obatnya adalah mengikuti perilaku Nabi dalam beribadah, yaitu berhaji cukup sekali dan berinfak ribuan kali. Pertanyaan berikutnya, maukah kita mengobati diri kita dari penyakit sosial yang menimpa kita itu? Atau kita justru ingin memperparah penyakit yang sedang kita derita itu?

Minggu, 12 Februari 2012

Sabtu, 16 Juli 2011

PERCAYAKAH PADA JANJI ALLAH SWT? Kenapa Umat Islam Terpuruk (4)

FACEBOOK, Tasawuf Djawa


Syahdan semenjak awal Orde Baru pada pertengahan 1960-an sampai sekarang, setiap tahun kita atau setidaknya saya, mengalami cuci otak oleh berita-berita utama media massa Indonesia tentang kisah sukses dalam berhutang. Saya sendiri bahkan sempat menjadi wartawan yang harus meliputnya. Menjadi saksi dari sebuah ironi, sementara delegasi-delegasi negara-negara pemberi hutang tinggal di hotel-hotel sederhana, yang dekat dengan tempat persidangan, sehingga bisa berjalan kaki, atau naik taksi atau mengendarai mobil sederhana, delegasi Indonesia yang berhutang, tinggal di hotel berbintang lima yang bergengsi dengan menyewa limousine nan mewah.

Pada Sidang Konsultasi Negara-negara Donor untuk Indonesia di Paris tahun 1996 misalnya, saya sempat terperangah melihat salah seorang anggota delegasi Australia, yaitu Dr. Peter Mc. Cawley hadir hanya dengan menggunakan sepatu sandal dan baju batik dari bahan katun yang sangat sederhana. Masya Allah. Dan sampai sekarang, entah ini ironi juga atau bukan, saya belum pernah mendengar, baik ulama, tokoh-tokoh umat Islam lebih-lebih lagi partai Islam di Dewan Perwakilan Rakyat, membahas ketergantungan Indonesia pada hutang luar negeri berdasarkan nilai-nilai keislaman. Mudah-mudahan pendapat saya ini salah.

Untuk apa saya ceritakan semua itu? Inilah kaitannya. Gusti Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi, bahkan di seluruh jagad raya ini telah berulang kali menjanjikan di dalam Al Qur’an, akan menganugerahkan kebahagiaan dan kemuliaan di dunia maupun di akhirat, untuk mewariskan bumi ini kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Cobalah kaji beberapa contoh berikut ini : “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya agar kamu diberi rahmat” (Ali Imran : 132) Kemudian Al-Anbiya : 105, “Dan sungguh Kami telah menetapkan di dalam Zabur sesudah peringatan (Taurat) bahwa sesungguhnya bumi akan diwarisi hamba-hambaKu yang saleh”. Selanjutnya lebih tegas lagi adalah An Nuur : 52, 54 dan 55. Ayat 52 dan 54 memerintahkan sekaligus menjanjikan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan diberikan kemenangan, yang diuraikan lagi dalam ayat 55 sebagai berikut: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kamu, sungguh Dia akan menjadikan mereka pimpinan di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan pemimpin orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan sungguh Dia akan menggantikan ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka menyembahKu, tidak menyekutukanKu dengan sesuatu. Dan barang siapa yang ingkar sesudah demikian itu, maka mereka itulah orang yang fasik”.

Masih banyak lagi ayat-ayat yang memuat janji-janji Allah untuk memudahkan jalan keluar dari berbagai kesulitan, memberi rejeki yang tiada disangka-sangka datangnya, melimpahkan barokah-Nya dari langit dan dari bumi, membuat hamba-hamba-Nya tidak akan merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati, memberikan pembeda yang benar dan yang salah, menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan serta menganugerahkan pahala yang baik di akherat kelak. Dan “Tidak ada perubahan dari janji-janji Allah” (Yunus: 64).

Demikian tegas janji-janji Allah, bahkan diulang-ulang. Tetapi mengapa umat Islam terpuruk kehidupannya di dunia? Mengapa banyak diantara kita yang hidup menderita, miskin dan papa? Bodoh dan terbelakang? Didera berbagai wabah penyakit dan bencana. Maasyaa Allaah.