Total Tayangan Halaman

Sabtu, 16 Juli 2011

PERCAYAKAH PADA JANJI ALLAH SWT? Kenapa Umat Islam Terpuruk (4)

FACEBOOK, Tasawuf Djawa


Syahdan semenjak awal Orde Baru pada pertengahan 1960-an sampai sekarang, setiap tahun kita atau setidaknya saya, mengalami cuci otak oleh berita-berita utama media massa Indonesia tentang kisah sukses dalam berhutang. Saya sendiri bahkan sempat menjadi wartawan yang harus meliputnya. Menjadi saksi dari sebuah ironi, sementara delegasi-delegasi negara-negara pemberi hutang tinggal di hotel-hotel sederhana, yang dekat dengan tempat persidangan, sehingga bisa berjalan kaki, atau naik taksi atau mengendarai mobil sederhana, delegasi Indonesia yang berhutang, tinggal di hotel berbintang lima yang bergengsi dengan menyewa limousine nan mewah.

Pada Sidang Konsultasi Negara-negara Donor untuk Indonesia di Paris tahun 1996 misalnya, saya sempat terperangah melihat salah seorang anggota delegasi Australia, yaitu Dr. Peter Mc. Cawley hadir hanya dengan menggunakan sepatu sandal dan baju batik dari bahan katun yang sangat sederhana. Masya Allah. Dan sampai sekarang, entah ini ironi juga atau bukan, saya belum pernah mendengar, baik ulama, tokoh-tokoh umat Islam lebih-lebih lagi partai Islam di Dewan Perwakilan Rakyat, membahas ketergantungan Indonesia pada hutang luar negeri berdasarkan nilai-nilai keislaman. Mudah-mudahan pendapat saya ini salah.

Untuk apa saya ceritakan semua itu? Inilah kaitannya. Gusti Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi, bahkan di seluruh jagad raya ini telah berulang kali menjanjikan di dalam Al Qur’an, akan menganugerahkan kebahagiaan dan kemuliaan di dunia maupun di akhirat, untuk mewariskan bumi ini kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Cobalah kaji beberapa contoh berikut ini : “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya agar kamu diberi rahmat” (Ali Imran : 132) Kemudian Al-Anbiya : 105, “Dan sungguh Kami telah menetapkan di dalam Zabur sesudah peringatan (Taurat) bahwa sesungguhnya bumi akan diwarisi hamba-hambaKu yang saleh”. Selanjutnya lebih tegas lagi adalah An Nuur : 52, 54 dan 55. Ayat 52 dan 54 memerintahkan sekaligus menjanjikan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan diberikan kemenangan, yang diuraikan lagi dalam ayat 55 sebagai berikut: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kamu, sungguh Dia akan menjadikan mereka pimpinan di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan pemimpin orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan sungguh Dia akan menggantikan ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka menyembahKu, tidak menyekutukanKu dengan sesuatu. Dan barang siapa yang ingkar sesudah demikian itu, maka mereka itulah orang yang fasik”.

Masih banyak lagi ayat-ayat yang memuat janji-janji Allah untuk memudahkan jalan keluar dari berbagai kesulitan, memberi rejeki yang tiada disangka-sangka datangnya, melimpahkan barokah-Nya dari langit dan dari bumi, membuat hamba-hamba-Nya tidak akan merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati, memberikan pembeda yang benar dan yang salah, menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan serta menganugerahkan pahala yang baik di akherat kelak. Dan “Tidak ada perubahan dari janji-janji Allah” (Yunus: 64).

Demikian tegas janji-janji Allah, bahkan diulang-ulang. Tetapi mengapa umat Islam terpuruk kehidupannya di dunia? Mengapa banyak diantara kita yang hidup menderita, miskin dan papa? Bodoh dan terbelakang? Didera berbagai wabah penyakit dan bencana. Maasyaa Allaah.

Sabtu, 11 Juni 2011

PELAKU DOSA JADI IDOLA, KORUPTOR DIPUJA KARENA DERMAWAN

FACEBOOK, Tasawuf Djawa

Menyedihkan sekali, dalam masyarakat yang mayoritas Islam, yang menjunjung tinggi akhlak mulia, yang senantiasa menyerukan untuk mengerjakan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) ini, uang hasil korupsi, uang hasil sogok-menyogok deng...an dalih komisi, diskon, hadiah sama-sama senang dan sejenisnya yang dinikmati secara pribadi dan tidak kembali ke lembaga, uang hasil judi, uang hasil menjual minuman keras, uang hasil menipu dan rejeki haram lainnya, lebih dihargai dibanding kejujuran. Sungguh sangat memprihatinkan jika para pelaku dosa justru menjadi idola, pengawal serta pengaman jiwa dan harta masyarakat justru berperilaku mirip dengan serigala ganas berbulu domba. Situasi yang mirip dengan saat-saat menjelang kehancuran Majapahit. Bersyukur kita sempat memiliki cendekiawan muslim Prof. Dr. Nurcholish Madjid yang dalam berbagai kesempatan melakukan koreksi, seharusnya ulama, masjid dan pesantren bisa tumbuh menjadi pondasi dan pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak boleh kehilangan independensinya. Jika sudah suntuk dengan situasi ibukota yang seperti itu, biasanya saya lari ke pedesaan, mengadu kepada ustadz-ustadz desa yang tawadhu, yang zuhud dan wara, ke ustadz Mufasir di Barubug, Serang. Ke Abah Endang di Conggeang, Sumedang. Ke Abah Thoyib di Mojokerto, ke ustadz Hasani di Pasuruan, ke ustadz Hambali di Lasem atau ke ustadz-ustadz lain yang dianjurkan oleh beliau-beliau. Di suatu hari beberapa tahun lalu, ustadz Mufasir bercerita, kenalan baik saya, seorang mantan menteri, berkunjung ke beliau untuk minta didoakan agar bisa kembali menjabat sebagai menteri. Kepada kawan saya ini ustadz bertanya, apa yang sudah dilakukannya untuk umat sewaktu menjadi menteri atau pejabat tinggi yang telah menjadikannya kaya raya? Kawan saya menjawab bahwa ia telah membantu berbagai kegiatan keagamaan, mendanai aneka aktivitas keumatan dan masyarakat, membangun pesantren, sekolah Islam dan banyak masjid. Dengan menceritakan pertemuan itu, ustadz Mufasir berpesan wanti-wanti, menasihati dengan sangat agar kita tidak meniru kawan saya tadi, yang berdalih korupsi demi perjuangan umat. Yang membuat teori keseimbangan. Dosa korupsi yang berarti menzalimi rakyat, dalam sangkaannya dapat ditebus dengan beramal memberikan sumbangan ke pesantren, ke kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan serta membangun masjid. Masjid yang dibangunnya, kata ustadz tidak pantas untuk salat, bahkan patut dibakar. Masjid seperti itu lebih buruk dari masjid dhirar yang dibangun oleh orang-orang munafik pada zaman Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah : 108, “Janganlah kamu salat dalam masjid itu selama-lamanya”. Nasihat ini sering membuat saya was-was jika harus salat di sebuah masjid yang megah lagi mewah. Saya yang lemah ini resah tiada daya. Betapa tidak, tatkala hendak salat saya mensucikan diri dengan berwudu, tetapi sesudah itu duduk dan bersujud di lantai yang jangan-jangan dibangun dengan sumbangan dari seorang koruptor atau dari hasil perbuatan zalim. Duduk dan bersujud di lantai yang dibangun dengan uang haram. Baginda Rasul bersabda sebagaimana diriwayatkan Ibnu Umar dan Ahmad, “Barang siapa yang membeli pakaian dengan sepuluh dirham, sedang di dalamnya terdapat dirham dari barang haram, maka Allah tidak akan menerima salatnya selagi pakaian itu ada pada dirinya”. Nah, ini bukan lagi pakaiannya, bahkan tempat sujudnya. Naudzubillah. (Gbr : Serigala berbulu domba dari Google Images)

Sabtu, 12 Februari 2011

Pesantren Indonesia

Pesantren dan Masjid Indonesia beserta sejarahnya ...
 "Bahwasanya masjid-masjid itu, adalah kepunyaan Allah, karena itu janganlah kamu menyembah seseorangpun disana disamping menyembah Allah." (QS. 72:18)